Reinkarnasi
ke 32
OLEH : Siti Aisyah
Hujan pun ikut hadir. Sekitar pukul 19.00 WIB, gerimis menetes di tubuh
kami, satu, dua, tiga dan terus bertambah. Segera karpet digulung, alat
musik diamankan, dan peralatan yang sekiranya terkena hujan
disingkirkan. Derasnya hujan menambah kedekatan Lurah, pengurus, suheng,
dan warga teater Asa. Sedulur, begitulah panggilan akrab kami. Sabtu,
18 Oktober 2014, teater Asa tepat berusia 32 tahun. Usia yang tidak muda
lagi. Walaupun dihiasi pro dan kontra dalam perjalanannya, teater Asa
selalu menghasilkan karya-karya yang luar biasa.
Sore itu, berawal dari istighosah dan khataman Al Quran yang dipimpin
kang Nawir. Ayat-ayat suci dilantunkan dengan khidmat oleh
sedulur-sedulur teater Asa. Tak berapa lama kang Ashyar dan kang Donat
hadir. Tahlil dan doa dipimpin oleh mereka. Acara berakhir bersamaan
dengan dikumandangkannya adzan maghrib. Segera kami persiapan untuk
sholat berjamaah, sholat dipimpin oleh kang Nawir.
Sembari menunggu acara ceremonial dimulai, kami istirahat sejenak,
ditemani kopi, teh dan makanan kecil sebagai pelengkap suasana. Namun,
titik demi titik air hujan mendarat di tangan kami. Suasana itu menambah
kehangatan diantara para sedulur. Sekitar setengah jam kami harus
menunggu hujan reda. Namun, itu tak menyurutkan semangat kami yang
sesuai dengan tema kali ini, Reinkarnasi Spirit Asa. Pukul 19.30, MC
memulai acara. Serangkaian Acara dibacakan. Tiba pada puncaknya, doa dan
pemotongan tumpeng oleh kang Jeki, dan ibu lurah sebagai penerima
potongannya.
Acara dilanjutkan dengan istirahat. Sholawat dan mokong, musik khas
teater Asa menjadi pengantar kami mengawali hidangan yang telah
disediakan oleh seksi konsumsi. Rasa kekeluargaan tampak jelas disini.
Canda tawa berpadu dalam suapan nasi. Setelah kiranya para sedulur
selesai menikmati hidangan, acara dilanjutkan dengan sarasehan.
Pendapat-pendapat para suheng tentang teater Asa di putar dalam bentuk
video, termasuk didalamnya ada kang Rahmad; salah satu pendiri teater
Asa. Banyak pesan yang mereka sampaikan. Mulai dari pengalaman hingga
harapan kedepannya untuk teater Asa.
Sarasehan dipimpin oleh kang Wikha. Beberapa suheng menceritakan
pengalamannya, seperti kang Jeki, kang khamid, kang Aziz Watu, dan kang
Gesang. Mereka menceritakan pengalaman yang waktu itu pahit, dengan
tersenyum. Tak mudah memang. Namun, itu semua bisa dilakukan jika dengan
keikhlasan. Apalagi saat berproses. Banyak sedikitnya peran kita dalam
suatu proses, harus dilakukan dengan penuh tanggung jawab. “jangan
meremehkan peran, karena peran sekecil apapun itu bagian dari kerja
kolektif.” Tutur kang Jeki(pengaransemen sholawat mokong).
Banyak pengalaman unik yang mereka alami selama hidup di teater Asa,
seperti kang Gesang yang awalnya menangis saat diajak kang Nawir makan
nasi kotak bekas di samping audit dua, kang watu yang waktu ujian
skripsi ditanya-tanya tentang asal usul namanya, kang Khamid yang harus
keliling pabrik untuk mendapatkan kardus yang banyak karena digunakan
untuk settingan, dan masih banyak lagi. Tak berapa lama kemudian, kang
Arif Zami datang. Beliau membuka perbincangan dengan sedikit slentingan.
Tak terlalu formal, tapi tetap berwibawa. Beliau menuturkan bahwa orang
teater itu harus sukses. Karena pada dasarnya, kesuksesan itu
menjalankan perintah dan menjauhi larangan Allah. “orang kaya itu bukan
sukses, melainkan Allah menutupi kekurangannya.” Jelasnya. Setiap proses
mempunyai pelajaran yang membuat kita dewasa. Ikut teater itu bukanlah
paksaan, tapi suatu panggilan. Walaupun banyak yang mencemooh, itu sudah
biasa. Memang, dari generasi ke generasi pasti menghadapi kegelisahan
yang berbeda. Tapi, itu bukanlah suatu alasan untuk berhenti berpikir
dan berkarya.
Jarum jam hampir menunjuk di angka 11 dan 12. Seksi acara mengakhiri
acara malam ini dengan menyuguhkan beberapa hiburan. Para suheng dan
warga bersaut paut dalam panggung, mempersembahkan kado untuk teater
Asa. Pementasan dalam rangka harlah, berlanjut pada
tanggal 21 0ktober 2014.